Setelah sekian lamanya bangsa ini dijajah oleh bangsa lain (mulai dari jaman Portugis sampai jaman Jepang), kini kita harus kembali dijajah lagi lewat dunia pendidikan oleh para Penikmat Dunia Pendidikan yang masih merajalela dengan berbagai sepak terjangnya.
Perlu kita tahu kalau pendidikan bangsa indonesia menurun drastis dari tahun ke tahun sebelumnya, apakah yang menyebabkan hal ini bisa terjadi? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing…
Seperti contoh sekarang ini…
Bangsa Indonesia sangat terpuruk dalam hal pendidikan, dulunya Malaysia belajar ke Indonesia sekarang malah terbalik bahkan Malaysia sudah di atas awan kita masih diatas gunung.
Kenapa bangsa kita bisa seperti ini?
Jawabnya adalah kurangnya kepercayaan dari pihak penikmat dan pecandu pendidikan untuk mengalokasikan dana pendidikan secara maksimal, justru yang terjadi alokasi tersebut melewati beberapa tahap dan tahap bahkan masuk pos satu keluar ke pos lain.
Kedua di mana-mana sekarang pendidikan merajalela lewat alur dan jalur yang mematahkan semangat bangsa seperti halnya yang terjadi pada anak didik (Pelajar-pelajir : SMP dan Siswa-siswi : SMA).
Realitanya sekarang ini yakni tahun 2009 Jumlah Pelajar dan Siswa yang terjaring dalam daftar Peserta Ujian Nasional yang harus mengulang lagi semakin meningkat saja dibanding dengan tahun sebelumnya. Dalam hal ini kalangan masyarakat kita semakin merasa tidak percaya diri lagi yang namanya pendidikan.
Masyarakat kita sekarang dihantui bahkan trauma dengan adanya EBTANAS/UNAS/UAN/UN yang hanya menjadi momok yang menakutkan bagi bangsa ini alasannya kenapa???
Mari kita simak pengakuan dan komentar dari berbagai pihak tentang Dunia Pendidikan (DuPen) ini.
Sekitar 25 % masyarakat indonesia menganggap Ujian Nasional tersebut adalah salah satu cara mengamputasi dan mengkebiri jiwa-jiwa muda yang intelektual, semi intelektual bahkan sampai kalangan under intelektual, sehingga mereka yang memiliki daya saing tinggi dalam berkompetisi dengan pelajar atau siswa lainnya sangat dibatasi ruang gerak mereka oleh kebijakan dan sistem dalam penentuan hasil atau alumnus terbaik dalam DuPen tersebut. Sehingga daya kreatifitas jiwa mereka terhambat hanya karena gagal dalam menyelesaikan Ujian Nasional yang berlangsungnya hanya beberapa hari saja. Padahal Pelajar/Siswa ini selama tiga tahun dalam ruang lingkup School on Style ini memiliki banyak kemampuan dasar yang tidak bisa diragukan lagi apa lagi dengan pengembangan bakat dan kreatifitas tersebut, tapi kenapa cuma karena Ujian beberapa hari ini saja mampu membuat dan mengubur potensi dan kemampuan mereka selama 3 tahun tersebut.
Mereka mengubur masa lalu mereka selama tiga tahun hanya karena beberapa hari datang kabar dari DuPen yang membuat mereka menangis dan meratap karena nilai mereka dengan hasil yang tidak memuaskan, bahkan hanya gara-gara satu bidang studi saja mampu mengorbankan bidang studi yang lain, padahal belum tentu BidStud yang satu ini mampu mendongkrak dan mengangkat reputasi mereka sebagai pelajar/siswa yang intelektual dan berdaya saing tinggi.
Apalagi sekarang pengaruh pemanasan global dan pemanasan situasi pemerintahan menjelang Pilkada… Maaf bukan tapi PilPres yang rentang waktunya tinggal beberapa minggu lagi.
Yang membuat lagi lebih parah DuPen kita adalah sering terjadinya kesimpangsiuran dalam pengelolaan Kurikulum Pendidikan (KurPen) bangsa ini. Buktinya bangsa ini sudah sering mengalami pergantian Kurikulum mulai dari Kurikulum 1994, KBK, KTSP dan berbagai variasi lainnya. Dimana kurikulum inilah yang menjadi pedoman sistematis yang wajib dan harus dilaksanakan bagi institusi terkait dalam bidang pendidikan indonesia bagi tiap materi pelajaran dengan berbagai pembagian unsur.
Dulunya kurikulum 94 beralih ke KBK terus KTSP dimana kurikulum-kurikulum ini ditandai dan diprakarsai dengan istilah “Setelah tahun 1994 kurikulum dialihkan menjadi Kurikulum Berbasis Kebingungan yang hasilnya Kurikulum Tanpa Status dan Predikat yang berlandaskan pada GLBB (gerakan lurus berubah beraturan).
Kita kembali ke Ujian Nasional tadi, apakah kita akan mengklaim seorang Pelajar/Siswa itu bodoh, kurang pintar, atau tidak pintar atau memang dari sononya???
Jawabannya tidak seperti itu, tapi berdasarkan realita yang ada mereka adalah Pelajar/Siswa yang pintar, handal bahkan mampu menciptakan sesuatu yang baru dengan inovasi-inovasi mereka, tapi toh kok hanya gara-gara perjuangan beberapa hari tersebut justru membuat dan mengklaim mereka adalah orang yang gagal alias gatot ‘gagal total’ atau TL (tidak lulus) yang mencetak Pelajar/Siswa yang belum siap berkancah pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Traumatis dan Sadismatis…
Masalahnya mereka yang gagal dalam Ujian Nasional mereka digelandang ke Paket-paketan alias Paket B untuk Pelajar (SMP) dan Paket C untuk Siswa (SMA) yang justru membuat mereka tambah bingung tanpa pusing tujuh keliling.
Contohnya di Makassar saja rata-rata mereka yang ikut Paket C terhambat dalam pengambilan nomor peserta mereka bahkan ada yang menarik orang sudah pada duduk di depan meja siap mengerjakan lembaran Soal Ujian di tempat lain masih banyak yang nongkrong dan mondar-mandir hanya karena kebingungan mencari dimana lokasi ujian mereka. Al-Hasil sudah berjalan beberapa butir soal terselesaikan masih saja ada ditempat lain bertanya dan meminta petunjuk dan berkata “Bagaimana dengan saya, aku harus bagaimana, apakah saya akan batalkan dan ikut dengan Paket Lain???”
Masya Allah… betul-betul aku tidak menyangka kalau bakalan akan terjadi hal seperti ini di DuPen (dunia pendidikan) kita.
Apakah tidak bisa pemerintah mengambil kebijakan di atas kebijakan dengan menerbitkan dan menertibkan aturan tentang Pendidikan Bangsa ini ke depan, seandainya saja kita mau menengok ke belakang tentang alur dan perjalanan DuPen Indonesia maybe… Mungkin bangsa ini akan mengoreksi dan mengintropeksi diri dalam hal ini.
Dan sudah saatnyalah bangsa ini bangkit dengan kebijakan baru yang bisa dijadikan Sistem dalam DuPen Indonesia. Misalnya Pemerintah janganlah berhak penuh atas Penentuan Kelulusan bagi seorang Pelajar/Siswa tapi justru pemerintah harusnya memberikan hak intern kepada masing-masing sekolah penyelenggara untuk menentukan siapa yang berhak untuk LULUS, TIDAK LULUS dan DILULUSKAN.
Hal tersebut tentu tidak akan menjadi hal yang menakutkan bagi Pelajar/Siswa generasi penerus bangsa ini. Bahkan jika sekolah penyelenggara sebagai penentu hasil akhir itukan memang sudah wajar karena Pelajar/Siswa tesebut sudah dipelajari segala macam character, sifat dan tingkah laku keseharian mereka di sekolah, di rumah maupun di lingkungan masyarakat luas. Dan jika seandainya sekolah penyelenggaranya meLULUSkan mereka dengan hasil yang tidak memuaskan itu kan urusan intern mereka, tapi kita mesti ingat biar LULUS dan berhasil menamatkan Pendidikan Mereka dengan nilai minim yah gak apa-apalah asal tau diri juga bahwa jangan juga merasa tersinggung atau dianggap remeh jika tidak ada yang mau menampung atau menerima mereka ke dalam Jenjang Pendidikan Selanjutnya.
Jadi kesimpulannya ‘Kejamnya Dunia Pendidikan’ harus dianalisa benar dulu, kemudian ditimbang-timbang lalu ambil tindakan.
Makanya tak heran jika dulu negara tetangga yang sekaligus murid bangsa ini akan kembali menjadi guru di negara kita…
Untuk itu mari kita tanamkan pada diri kita masing-masing sifat konsisten agar kita bisa memacu DuPen Indonesia lebih maju ke depan dibanding dengan negara lain, jangan sampai kita terus yang ditinggalkan oleh kereta malam yang tak berujung pangkal.
By: Sahrul Cau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar